Wednesday, February 4, 2015

Shalat Di Mana? (Sebuah Pendahuluan)

Masih lekat ingatan masa-masa kecil dulu, ketika adzan Maghrib berkumandang, mendadak jalanan menjadi sepi. Orang-orang berkumpul di masjid, musholla, surau, langgar, atau apapun namanya, untuk mendirikan shalat berjama'ah. Baik yang mukim maupun yang dalam perjalanan, mereka berlomba-lomba mengisi shaf-shaf terdepan. Pernah suatu masa waktu masih kecil sekitar usia 5-7 tahun, karena datang awal, kami bersama kakak berselisih usia hanya 1,5 tahun, shalat di shaf terdepan, tapi oleh orang dewasa yang datang kemudian kami digeser ke shaf kedua, berikutnya digotong lagi oleh yang datang setelahnya ke shaf ketiga, begitu seterusnya, kira-kira adalah 6-7 kali kami digotong, dan akhirnya sampai keluar masjid. Keluar...! Ya, benar-benar sampai keluar masjid. Belum baligh kata para bapak-bapak itu. Yah... apalah yang bisa dilakukan anak seusia kami. Akhirnya, pulang sambil menangis tersedu-sedu menjadi pilihan kami saat itu. Padahal Bapak kami (alm.) yang jadi imam shalatnya, lagian kami juga tidak berisik dan bercanda sebagaimana teman-teman lainnya. Sedih sekaligus senang mengingat masa itu. Sedih karena digotong-gotong dan digeser-geser oleh jama'ah bapak-bapak yang masbuk sampai keluar masjid, tapi sekaligus senang karena jama'ah Maghrib, Isya, dan Shubuh ketika itu tidak kalah dari jama'ah shalat tarawih di awal Ramadhan saat ini. 

Suasana saat itu kontras sekali dengan realita saat ini. Masjid memang bertebaran dimana-mana, berdiri dengan luas dan megahnya, tapi jama'ahnya? Kami masih shalat di masjid tersebut sewaktu berkunjung ke rumah orangtua. Shalat Maghrib paling banyak 3 shaf, Isya dan Shubuh sering 1 shaf-pun tidak penuh. Padahal warga bertambah banyak. Sedih rasanya. Belum lagi, jalanan yang tidak berkurang signifikan tingkat kemacetannya saat waktu-waktu shalat tiba seolah mengisyaratkan sepinya masjid-masjid di waktu itu. Banyak sebab yang sahabat sekalian mungkin juga sudah bisa menganalisanya, baik sebab internal maupun eksternal.

Kalau mengenang suasana seperti dulu, rindu rasanya. Berbondong-bondong ke masjid, meninggalkan aktifitas saat adzan berkumandang. Ups.., tapi tidak boleh terlena dengan kenangan masa lalu. Wake Up, wake up.. Do something even the little things. Stop memikirkan agenda Barat yang ingin menghancurkan Islam, cukup hanya menyesalkan serangan media terhadap umat Islam, sudahi hanya sekedar mengutuki film-film yang meracuni otak pemuda-pemudi Islam. Buat arus setara, demikian kata seorang ulama besar kita. Sekecil apapun usaha kita akan mengarah kepada kebangkitan Islam. Islam pasti bangkit, dengan atau tanpa kita. Kita yang butuh ALLAH, ALLAH tidak membutuhkan makhluk-Nya. Kita butuh melakukan amal-amal shalih dengan harapan ALLAH akan memberikan rahmat-Nya dengan memasukkan kita ke dalam surga-Nya kelak.

Hmpfffh... Kembali ke Tag Shalat Di Mana? Banyak moda transportasi yang kita gunakan untuk bekerja, terutama bagi warga Jabodetabek yang bekerja di Jakarta. Mobil, Sepeda Motor, KRL, Bus, Angkot, Taksi, dan lainnya. Akan ada banyak alasan bagi kita yang meninggalkan atau minimal menunda shalat terutama saat dalam perjalanan pulang ke rumah dari tempat kerja. Ada yang memang sudah merasa tidak merasa bersalah jika meninggalkan shalat, jadi cuek-cuek aja, padahal status KTP-nya muslim, naudzubiLLAH. Kita do'akan semoga ALLAH selalu memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada mereka dan kita semua tentunya. Sebagian yang lain, ingin mendirikan shalat, tapi karena beberapa alasan 'terpaksa' meninggalkan atau menunda shalatnya. Beberapa alasannya antara lain :

- Buru-buru
"Tadi pagi berangkat pagi-pagi sekali sehingga tidak sempat ngobrol sama istri dan bertemu anak-anak. Jadi harus sesegera mungkin sampai di rumah untuk bertemu istri dan main sama anak-anak"

- Waktu shalat dan sulitnya menyesuaikan dengan jam pulang kerja
"Waktu shalat kan berubah-ubah setiap hari. Maghrib kadang jam 6 kurang, kadang jam 6 pas, kadang bisa hampir setengah 7 baru adzan, repot banget"

- Susah parkir atau mumpung jalanan lancar
"Masjid atau musholla yang berlokasi di pinggir jalan saat ini banyak yang tidak punya tempat parkir memadai. Lagian jalanan lagi lancar nih... jarang-jarang lancar begini, sayang kalau lagi lancar eh malah berhenti"

- Khawatir keamanan akan kendaraan dan barang-barang
"Parkiran gak terjaga dengan baik. Tukang parkir mungkin bisa dipercaya, tapi apa iya mau tanggungjawab kalau ada apa-apa sama mobil atau motor"

- Repot dan Biaya
"Naik turun angkot, kayaknya repot banget. Belum ongkosnya, harus dobel"

- Tanggung
"Kayaknya keuber shalat di rumah. Lagian kalau gak keuber masih bisa jama', kan termasuk safar"

Nah itulah kira-kira beberapa alasan kenapa kita suka menunda ataupun meninggalkan shalat, terutama saat perjalanan pulang dari tempat kerja. Kami tidak ingin masuk ke ranah pembahasan fiqih seperti boleh tidaknya jama', qadha, ataupun shalat di atas kendaraan dalam kondisi-kondisi tersebut di atas, karena memang bukan keahlian kami. Tapi kami rasa juga tidak ada salahnya kita meminggirkan kendaraan atau turun dari angkutan umum untuk beristirahat sejenak. Istirahat dengan shalat, seperti dalam hadits yang diriwayatkan Abu Daud berikut ini :


Di sini, di blog ini, blog Shalat Di Mana, nantinya kami akan mencoba memberikan informasi tentang  tempat-tempat shalat yang kurang populer tapi dapat digunakan oleh para mushalli (orang-orang yang mendirikan shalat) untuk shalat dan beristirahat sejenak. Kalau seperti Masjid Istiqlal, Masjid At Tin TMII, Masjid Kubah Emas Cinere, dan masjid populer lainnya kami rasa banyak yang sudah tahu, sehingga kami tidak prioritaskan untuk meng-explorenya.

Harapannya, sahabat para mushalli dapat mengukur dan merencanakan waktu kepulangannya dengan kapan dan di mana harus berhenti atau mampir untuk shalat.



Sekian dulu, mohon do'anya agar istiqomah update-nya. WaLLAHU muwaffiq 'ilaa aqwamith-thariiq. <sh>

No comments:

Post a Comment